Translate / 翻訳する / 번역

Senin, 04 Maret 2013

Fox Rain - FanFict


Author : Hayama Risa
Title     : Fox Rain
☑ Cast      :
  • Yamashita Chiaki a.k.a Shin Mi Young (OC)
  • Kim Sang Bum a.k.a Kim Bum
  • Lee Min Ho a.k.a Lee Minho
  • And other cast will find by yourself
Warning!!
Semua yang terjadi disini adalah murni hasil karya saya. Bukan hasil PLAGIAT. Jika ada kesamaan nama ataupun tempat. Itu merupakan suatu ketidaksengajaan.


Fox Rain


Author POV

Suatu siang di Seoul ...

Gadis itu mendesah berat melihat langit yang lagi-lagi menurunkan hujannya di hari yang cerah saat musim panas. Kini ia terjebak di sebuah cafe di bilangan distrik Myeondong, Seoul. Gadis itu kembali menyesap cappuchino-nya yang tinggal setengah. Lalu kembali menyender pada sandaran kursi empuk yang didudukinya dan menatap keluar jendela. Terlihat titik hujan masih setia membasahi bumi tanpa memikirkan orang-orang yang saat ini sedang berteduh menanti hujan reda.
Gadis itu menoleh kearah pintu saat bel-nye berdering tanda ada pengunjung. Ia menatap sekeliling. Lalu kembali menatap jendela. Sambil sesekali membetulkan letak headset-nya.

"Ekhm, permisi. Bolehkah saya duduk disini?" Ujar seseorang. Gadis itu menoleh, lalu melepaskan headset-nya.
"Ye?"
"Bolehkah saya duduk disini?" Ulang orang itu. Gadis itu mengangguk singkat.
"Silahkan." Katanya lalu kembali melanjutkan aktivitasnya.
"Ah, gamsahamnida." Ujar orang itu kemudian menikmati waffle hangatnya dalam diam.

Setelah percakapan singkat itu, suasana kembali hening. Mereka sibuk dengan dunianya masing-masing. Hingga rasa penasaran akan gadis dihadapannya membuat orang itu memecah keheningan dengan sebuah pertanyaan.

"Uhm, mianhamnida. Kalau boleh tau, nama anda siapa?" Gadis dihadapannya menoleh. Melihat orang dihadapannya dengan wajah datar.
"Mi Young. Shin Mi Young imnida. Ada apa?"
"Ani. Hanya saja aku merasa suasana disini terlalu hening, jadi aku ingin mengajakmu mengobrol."
"Oh..."
"Oh ya, kenalkan. Naneun, Kim Sang Bum imnida. Bangapta ^_^."
"Ne, bangapta." Gadis itu mulai menunjukkan senyumnya. Dan itu cukup membuat Kim Bum girang bukan main.

Kim Sang Bum POV

Omoona~ gadis itu tersenyum. Haha, sepertinya pesonaku ini mulai melaksanakan tugasnya dengan baik. Oke, Kim Bum. Kau harus fokus sekarang, jangan sampai gadis ini tau kalau kau sedang kegirangan melihatnya tersenyum.

"Camkkan... Kau bilang namamu, Shin Mi Young 'kan..."
"Uhm... waeyo?"
"Kau masih ada hubungan dengan Shin Kang In? Pemilik Shin Corp.?"
"Ne, aku anak sulungnya. Waeyo? Kau kenal dengan appa-ku?""Tentu saja. Appamu sudah menolong perusahaan harabeoji-ku yang sempat down tiga bulan lalu karena harabeoji meninggal."
"Ouh..." Gadis itu manggut-manggut tanda mengerti. Lalu suasana kembali hening.
Aash... sepertinya aku harus mencari topik yang menarik secepatnya sebelum gadis ini pergi. Ayo.. Berpikirlah Kim Bum... Ah, ya. Aku tau. Tiba-tiba ponsel milik Mi Young berdering. Heuh, mengganggu saja.
"Ah, camkkanman, Kim Bum-ssi. Ada telepon dari temanku."
"Yeoboseyo. Ah, wae geurae? .... Oh, ne, Aku akan segera kesana. .... Ne, ne. gidaryeo." Oke, gagal sudah kesempatanku bicara dengannya. Shit. Siapa sih temannya itu, apa dia tidak tau aku sedang sibuk dengan Mi Young?! Argh, mengganggu saja.
"Euhm, mianhamnida Kim Bum-ssi. Aku harus pergi duluan. Teman-temanku sudah menunggu sejak tadi. Mianhae."
"Ah~ ne, gwenchan-ayo. Oh, Mi Young-ssi. Bolehkah aku menyimpan nomor handphone-mu?"
"Oh, tentu saja. Berapa nomormu? Biar ku misscall." Ia mengetik nomorku cepat di handphone-nya tak lama setelahnya handphone-ku berdering.
"Itu nomorku. ^_^. Aku harus benar-benar pergi sekarang. Annyeong Kim Bum-ssi."
"Ne, annyeong." Hhh, dia sudah pergi. Yah, setidaknya aku memiliki nomornya. Hhhh~ Leganya... ^_^

Shin Mi Young POV

"Ya!! Kenapa kau lama sekali??" Sentak Ha Ra yang sudah menekuk wajahnya entah dari kapan karena aku juga baru datang dan bergabung dengan mereka.
"Ah~ Miannatta. Jeongmal miannatta." Ujarku sambil membungkukkan badanku 90°.
"Aish. Sudahlah. Kita hampir terlambat. Jangan berdebat sekarang. Bus-nya sudah datang. Kajja." Ujar Ri Ra lalu memasuki bus an menghempaskan bokongnya di salah satu kursi dekat jendela.
"Eh, chamkkanman. Kita memang mau kemana?" Tanyaku polos.
"Omona~ Younggie... Kita akan berlibur sekarang. Apa kau lupa?"
"Mwo? Berlibur? Kita akan berlibur kemana? Aku bahkan tidak membawa apapun. Aigoo~ Eottokhae?"
"Gwenchan-a. Kita hanya berjalan-jalan ke Lotte World. Kau tidak akan memerlukan baju ganti."
"Jinjja? Hhh~ syukurlah." Aku mengelus dadaku lega. Sepertinya dewi fortuna sedang berpihak padaku sekarang. Terlalu banyak keberuntungan yang menyapaku hari ini. ^_^

♫♪♫ Neon naege banhaesseo banhaesseo
        Dalkomhan naesarange nogabeoryeosseo
        Neon naege banhaesseo banhaesseo
        Hwangholhan nae nunbiche chwihaebeoryeosseo ♫♪♫ (Yong Hwa_You've Fallen For Me)

"Yeoboseyo?" Ujarku begitu melihat sebuah nomor tak dikenal menelponku.

Kim Sang Bum POV

"Ah~ annyeong Mi Young-ssi." Sapaku begitu ia menjawab telepon. Ada perasaan lega menghampiriku begitu mendengar suaranya. Chamkkanman, ini baru satu jam aku tidak melihatnya tapi aku sudah merindukannya. Aigoo, sepertinya aku sudah jatuh cinta pada gadis yang baru aku kenal beberapa saat lalu.
"Ne, annyeong. Nuguseoyo?"
"Ini aku Kim Bum. Sepertinya kau tidak menyimpan nomorku, ya..."
"Oh, kau. Mianhae, aku tadi terburu-buru jadi tidak sempat menyimpan nomormu. Museun ir-iya, Kim Bum-ssi?" Astaga. Aku harus menjawab apa sekarang?
"Aku hanya merindukanmu.."
"Oh, uhm,,, aniyo. Tidak ada apa-apa."
"Oh, lalu?"
"Ah.. Ani. Aku hanya mencoba menelponmu saja." Astaga, kalimat apa barusan. Neo neomu babo-ya, Kim Bum-ah.
"Oh, sepertinya tidak hanya itu, ada yang ingin kau bicarakan?"
"Ya. Aku ingin kau tau, kalau aku merindukanmu."
"Aniyo. Tidak ada. Jika kau sibuk, kau bisa menutup teleponnya." 
"Ani, aku sedang tidak sibuk. Kau.. Benar tidak ada yang ingin kau katakan?"
"Banyak. Aku ingin bilang aku merindukanmu. Aku ingin bilang aku menyayangimu."
"Ani, tidak ada. Baiklah jika kau tidak tega menutup teleponnya biar aku yang menutupnya. Annyeong, Mi Young-ssi."
"Oh, ne, annyeong."
Beep.
Hhh, aku benar-benar melakukan hal konyol kali ini. Bagaimana bisa seseorang sepertiku gugup hanya karena seorang gadis. Ah~ Sepertinya aku harus ke dokter untuk memeriksakan otakku.


Shin Mi Young POV

Aku tersenyum menatap handphoneku yang baru beberapa menit lalu kugunakan untuk mengangkat panggilan dari Kim Bum. Kami memang baru kenal. Tapi entah kenapa, saat pertama aku melihatnya, saat ia memasuki cafe, aku merasa perasaan hangat namun aneh menyapa hatiku. Seperti perasaan rindu dan juga jatuh cinta. Ah, entahlah. Yang jelas, sejak ia tersenyum dan mulai mengajakku mengobrol, aku merasa... aku telah menyukainya. ☺
"Hey, Younggie~ kau kenapa? Kenapa sejak tadi kau senyum-senyum begitu?" Pertanyaan Ah Rin menyentakkanku dari lamunan, membuatku sedikit tergagap menjawabnya.
"A.. Ani. Aku tak apa. Aku hanya... terlalu bahagia. ☺" Ujarku pelan, terlalu pelan malah. Hingga Ah Rin mengerutkan keningnya bingung.
"Mwo? Apa yang kau katakan? Suaramu itu halus sekali..." Ujarnya. Aku tersentak, lalu menggeleng cepat.
"A.. Aniyo. Lupakan saja." Aku melirik jam, masih ada waktu satu jam untuk sampai di Lotte World. Yah, setidaknya aku memliki alasan yang masuk akal.
"Ak.. aku mau tidur dulu. Jalja."
"Ya!!!! Apa yang kau lakukan? Kita hampir sampai. Jangan tidur." Ujar Ah Rin sambil mengguncang-guncang bahuku. Aku memperhatikan jam Gucci yang melekat di pergelangan tanganku. Dan bodohnya aku baru sadar bahwa jamku mati. perlu kuulang? MATI. Aiish, aku benar-benar malu sekarang. =,=
"Baiklah. Jangan menguncang bahuku terlalu keras, Ah Rin-ah."
"Hmm, kajja. Kita turun." Ujarnya riang.
"Mwo? sudah sampai? Omooo~" Aku turun dari bus lalu merapikan bajuku yang sedikit berantakan. Kemudian memasuki Lotte World.

Author POV.

Seoul International Hospital

"Kim BUm-ah." Jung Soo memanggil sahabatnya itu tanpa melihat kearahnya. Namun, tidak ada jawaban. Lelaki berjas putih khas Dokter itu memanggil sekali lagi.
"Kim Bum-ah." Masih tidak ada jawaban, ia melihat temannya yang sedang melamun dengan senyum sumringah dibibirnya.
"KIM SANG BUM." Sentak Jung Soo kesal.
"Mwo? Ada apa?" Tanya Kim Bum dengan wajah polosnya. Membuat Jung Soo geram setengah mati.
"Ya!! kau itu kenapa, eo? Senyum-senyum tak jelas, seperti orang sakit jiwa yang kutemui di jalan kemarin."
"Aku? Aku... Aku sedang jatuh cinta. =,=" Mendengar itu, Jung Soo langsung menutup map merah yang sedari tadi dibacanya.
"Mwo? Jinjja? Dengan siapa?"
"Dengan seseorang yang kutemui secara tidak sengaja saat hujan rubah sedang turun tiga minggu lalu. Dan saat itu aku benar-benar merasa seperti hujan itu. Dia yang senyumnya secerah matahari, mampu melelehkanku dalam sekejap. Hujan rubah begitu 'kan. Ia turun saat matahari sedang menari-nari menyinari bumi. Yah, walau kata orang, saat itu adalah saat sang rubah sedang bersedih dan menangis." Jung Soo terperangah.
"Aigoo~ dari mana kau belajar kata-kata romantis seperti itu? Aku jadi tak percaya ini kau."
"Molla. Itu terlintas begitu saja, dan dengan spontan kuucapkan."
"Nugu?" Tanya Jung Soo tiba-tiba.
"Mwo?"
"Siapa gadis itu? Gadis yang kau sebut tadi."
"Shin Mi Young." Jawab Kim Bum singkat.
"Mwo?" Jung Soo mendelik kaget, seketika pandangan berubah. Ia menatap Kim Bum dengan tatapan tajam.
"Jangan dekati gadis itu." Ujarnya dingin. Membuat Kim Bum menoleh kaget karena perubahan suara Jung Soo padanya.
"Eh, wae?"
"Aku tau kau baru saja putus dengan Ji Won. Jangan jadikan gadis itu sebagai pelampiasan. Atau kau akan tau akibatnya."
"Eh?!"

Kim Sang Bum POV

Apa yang dimaksud Jung Soo? Memangnya kenapa kalau aku baru putus dengan Ji Won dan mendekatinya? Apa ada yang salah? Tidak, kan. Aiish~ aku benar-benar tidak mengerti situasi saat ini.
Mi Young-ssi... apa aku salah jika aku mencintaimu? Apa kau akan marah jika aku mencintaimu? Apa kau akan menghindar jika aku mencintaimu? Apa akan ada seseorang yang marah jika dia tau aku menginginkanmu?
Mi Young-ssi... apa kau benar-benar tak bisa kumiliki?

Shin Mi Young POV

"Younggie~ oppa ingin bicara denganmu. Saengdeul, oppa pinjam sebentar teman kalian, eo."
"Oke, oppa. Kau ambil saja." Ujar Ha Ra tanpa mengalihkan pandangannya dari depan laptopnya. Aku menatap Jung Soo oppa bingung. Ia menarikku keluar. Mempersilahkanku duduk begitu kami sampai teras. Ia menutup pintu ganda besar itu, lalu duduk di kursi satunya.
"Ada apa, oppa?"
"Ani, oppa hanya ingin tanya. Apa kau masih belum bisa melupakan Min Ho?"
DEG.
Ya ampun, orang ini bertanya atau ingin membunuhku pelan-pelan, ya? Nafasku langsung sesak begitu mendengar nama orang itu disebut oleh Jung Soo oppa. Seketika pikiranku melayang ke masa lalu, saat aku sedang melambung tinggi karena jatuh cinta, namun akhirnya dihempaskan begitu saja, hingga aku benar-benar JATUH pada cinta yang hanya kupendam sendirian untuknya, untuk Min Ho.

Flashback . . .

"Younggie~ kau tau? Kau... bersamamu, aku jadi tenang. Aku merasa nyaman. Aku... menyayangimu, Younggie~" Min Ho menggenggam tanganku erat, seakan-akan aku adalah seseorang yang paling berharga miliknya. Eh, benarkah itu? Jadi selama ini cintaku tidak bertepuk sebelah tangan? Omona~ Aku rasa... aku meleleh sekarang.
"Mmm. :)" Ya Tuhan... ini benar-benar diluar dugaanku.

"Younggie~ aku punya kabar baik untukmu. Dan kau orang pertama yang tau ini." Ujar Min Ho dengan senyuman khas-nya. Kami menghabiskan sore di pinggiran sungai Han. Ia menelponku tiba-tiba dan memintaku datang kesini, katanya ada hal penting yang akan ia katakan. Aku mengernyit heran. Mendadak perasaanku tak enak, aku merasa akan ada sesuatu yang buruk yang akan menimpaku sekarang. Perlahan aku bertanya,
"Mwoya?"
"Kau tau mantan yeochin-ku? Mi Ra?"
"Ah, ye. Arraseo."
"Kami berbalikan." Satu kata yang singkat, padat dan jelas. Simple yang meluluhlantakkan. Ia, menghancurkanku dalam hitungan detik.
Aku terdiam sejenak, lalu mencoba tersenyum diantara perih yang mendera.
"Oh, chukkae."
"Gomawo. Kajja, aku akan menraktirmu es krim." Aku menggeleng pelan.
"Tidak usah, aku ditunggu teman-temanku. Kami harus mengerjakan tugas dari Kim seonsaengnim. Annyeong." Aku berlari menuju halte. Mati-matian aku menelan tangisku, namun itu percuma karena pada akhirnya air mataku tumpah ruah begitu aku memasuki bus dan duduk disalah satu bangkunya.

Flashback end . . .

"Ya! Shin Mi Young, jawab oppa."
"Molla. Semuanya terlalu sulit untuk dilupakan, tapi juga terlalu sakit untuk diingat." Ujarku pelan sambil mengusap air mata yang sudah menggenang dipelupuk mataku.
"Ya!! Uljima. Lupakan saja dia. Ada seseorang yang lebih pantas mendapatkan hatimu dari pada Min Ho si brengsek itu."
"Haha, ne." Aku mencoba tertawa, yah... tapi itu terdengar buruk.
"Salah satunya aku. Hahaha..."
"Mwo? Hahaha,,, neo michyeoss-eo. -_-. Aku tidak ingin mati muda karena dibully Chan Mi tiap hari."
"Ya!!! Sirheo!! Younggie~ tidak boleh dimiliki siapapun selain aku." Teriak seseorang. Aku menoleh kaget kearah pagar, dan menemukan Kim Bum sedang berdiri dengan nafas tersengal. Sepertinya dia habis berlari.
"Eh, Kim Bum-ssi..." Jung Soo oppa berdiri dari duduknya, membungkuk sedikit lalu berbisik padaku,
"Jika kau berfikir dia baru selesai berlari, kau salah. Dia itu marah. Ah, ani. Dia itu cemburu. Haha." Ia kembali tegak.
"Heuh, sepertinya pengganggu itu sudah datang, oppa masuk dulu, eo?!" Ujarnya dan mengecup dahiku sekilas. Melakukan kebiasaannya sebagai seorang kakak pada kami berenam. Kim Bum melihat kami dengan tatapan membunuh miliknya. Dan itu cukup mengerikan. -_-

Kim Sang Bum POV

Mwo? Bisa-bisanya Jung Soo mencium Younggie di depan mataku. Astaga. Dia benar-benar cari mati sepertinya. Aku berjalan mendekati Mi Young dengan langkah tergesa. Lalu menariknya keluar dan masuk ke mobilku.
"Ya!! Neo mworago??" Tanya Mi Young dengan nada tinggi.
"Ikut aku. Dan jangan banyak bicara."
"Mwo?"
"Hati-hati Younggie~!!" Teriak Chan Mi, adik Jung Soo, jail.
"Oppa, bawa pulang Younggie~ dengan keadaan utuh, eo..." Ujar empat gadis lainnya dengan kompak.
"Ya!! Apa yang kalian lakukan? Harusnya kalian menolongku, bukan membela namja babo ini. Aiiish."
"Bum-ah, jangan kau apa-apakan uri maknae itu, ya. Hati-hati."
"Kau dengar, mereka mengijinkanku membawamu. Kajja, kita berangkat."
"Keundae... Aku hanya memakai ini. Apa tidak apa-apa?"
"Gwenchana. Kajja."

Coffee Shop, near Sungai Han, Seoul, Korea Selatan.
Some evening...

"Ada yang ingin kukatakan padamu..."
"Mmm? Katakan saja." Ujar Mi Young santai sambil melahap Chocolate Crispy Donuts yang ia pesan bersama Iced Cappuccino Latte. Aku menoleh ke jendela, titik titik hujan mulai membasahi bumi dengan tiba-tiba. Aku menatap langit. Terlihat sangat cerah karena tak ada awan hitam yang menutupinya. Haha, hujan rubah... kenapa kebetulan sekali? Sepertinya aku memang berjodoh dengannya. Aku melihat Mi Young menatap keluar jendela dengan ekspresi kagetnya yang cukup berlebihan.
"Mwo? Hujan? Padahal tadi cerah sekali..." Ujarnya lalu kini menatapku lekat. Astaga, aku bisa meleleh jika ditatap terus olehnya.
"Kim Bum-ssi, katanya tadi ada yang ingin kau katakan... Apa?"
"Euhm, kau tau hujan rubah? Hujan yang turun tiba-tiba saat sedang cerah."
"Ya, arraseo... Geureom?"
"Kita bertemu pertama kali, sebulan lalu, juga saat yang sama, saat hujan rubah. Dan saat itu pula, aku... aku mulai mencintaimu." Ucapku mantap dengan menatap lekat pada manik matanya.
"Mwo?"
"Saat itu aku benar-benar merasa seperti hujan itu. Kau yang senyumnya secerah matahari, mampu melelehkanku dalam sekejap. Hujan rubah begitu 'kan. Ia turun saat matahari sedang menari-nari menyinari bumi. Seperti itulah aku. Aku terpesona saat melihat senyummu yang secerah matahari. Yah, walau kata orang, saat itu adalah saat sang rubah sedang bersedih dan menangis." Mi Young terperangah. Entah terkejut atau apa aku tak tau.
"Saat itu, Jung Soo melarangku mendekatimu. Dengan alasan, ia takut, aku menjadikanmu pelarian. Karena saat itu aku baru putus dengan pacarku. Han Ji Won. Saat itu aku berpikir, bahwa kau seperti permata mahal yang sangat berharga. Saking mahal dan berharganya dirimu, aku mengira kau benar-benar tak bisa kumiliki. Sejak saat itu, aku memulai misiku. Misi menjadi seseorang yang pantas untuk memiliki permata berharga sepertimu. Tadinya aku tak mengira akan secepat ini, tapi ternyata... Jung Soo benar-benar menguji kesabaranku untuk ini."
"Jadi, Mi Young... maukah kau menerima cintaku? Aku tau kau masih belum bisa melupakan orang yang bernama Min Ho itu, tapi aku akan membuatmu melupakannya secepat mungkin." Mi Young tersenyum.
"Aku sudah melupakannya. Sejak sebulan lalu. Sejak aku sadar, aku mencintai orang lain. Seseorang yang baru aku temui beberapa saat." Aku terperangah kaget. Jadi selama ini...
"Ka... Kau, juga... Jadi kau menerimaku?" Mi Young mengangguk, dan tersenyum. Menampilkan senyumnya yang terindah, senyum yang secerah matahari. Spontan aku memeluknya.
"Gomawo, jeongmal gomawo."
"Cheonman-eyo." Ucapnya pelan.
"Kau tau? Aku sekarang sangat bahagia. Jika aku kembang api, aku akan meledak sekarang."
"Meledaklah, aku tak melarang. Tapi, saat kau meledak, kau harus menampilkan cahaya yang indah, yang bertahan lama, dan tidak akan terlupakan. Yaksok?"
"Hemm... yaksok. Saranghae. Nan neol neomu neomu neomu saranghae, Shin Mi Young."
"Nado neol saranghae."



THE END


Senin, 11 Februari 2013

Haru Haru



Park  Chan Mi  POV.

Dia tak berubah. Sama sekali tak ada yang berubah. Ia masih tetap seperti  Kyu Hyun  yang dulu. Bahkan setelah aku meninggalkannya, ia tetap seperti dulu. Tetap mencintaiku. Membuatku menjadi merasa bersalah karena telah menyakitinya dengan perselingkuhan sandiwara ini. Aku tak tau apa yang membuatnya bertahan, tapi aku harap, alasannya bukan aku. Bukan tentangku, dan bukan karenaku. Karena jika iya, itu akan membuatku semakin merasa bersalah dan frustasi. Tapi, ini keputusanku, aku tidak bisa mengubahnya. Ya, meninggalkannya dan membuatnya benci padaku adalah keinginanku.

Cho Kyu Hyun POV.

Aku melihatnya lagi. Kali ini ia tampak kurus dan muram. Apa lelaki itu tak menjaganya? Apa lelaki itu menyakitinya? Apa dia membuat ChanMi-ku menangis? Jika iya, aku bersumpah pada diriku akan menghajarnya hingga ia mati.  Tapi jika tidak, apa yang membuat ChanMi muram? Apa ia… merindukanku? Hhh, mana mungkin ia merindukanku. Ia sudah bahagia dengan selingkuhannya itu. ehm, maksudku kekasihnya sekarang.
“Hei, sudah berapa kali aku melihatmu sedang menatapnya, hmm?” Ujar Changmin dengan tepukan ringan dibahuku. Aku hanya bisa meringis malu. Karena aku sendiri sadar, aku tak bisa hidup tanpa gadis itu. Aku tak lain dengan mayat hidup tanpa ChanMi disisiku.
“Yah, kau tahulah, aku tanpanya hanya butiran debu.” Changmin terbahak, begitu juga dengan Yo Seob  dan Seungri.
“Sejak kapan kau menjelma menjadi penyanyi, eo?? Hahaha, aku tak habis fikir.” Aku melengos kesal. Dasar, tak setia kawan. Mereka tidak tahu yang kurasakan sekarang. Huh, awas saja kalau sampai mereka juga ditinggal oleh kekasihnya.
“Sudahlah, Kyu. Kau tak usah menggerutu seperti itu. aku bisa membaca isi pikiranmu. Dan aku berani bertaruh, hal itu tidak akan terjadi pada kami. Hahaha.”
“Aish, kalian benar-benar tidak setia kawan. Sudahlah, aku mau pulang saja kalau begitu.” Aku beranjak meninggalkan bangku dan menuju parkiran.
“Ya!! Kyu Hyun kau mau kemana? Siapa yang akan membayar ini??” Teriak Seungri. Aku mengibaskan tangan tak peduli.
“Kau bayar saja sendiri.”
“Yaa!! Evil… awas kau.”
***
Author POV.

Kedua orang itu, sama-sama egois. Membiarkan dirinya tersiksa tanpa mau tahu bahwa sebenarnya ia juga menyiksa orang lain. Tanpa mau tahu dengan sesuatu yang disebut keajaiban. Tanpa mau tahu dengan apa yang akan terjadi nanti.

Seoul International Hospital

Gadis itu, ChanMi, memasuki sebuah ruangan dengan tulisan “Dr. Park Jung Soo.” dengan santai tanpa sadar bahwa seseorang sedang mengawasinya dari jauh.
Annyeong haseyo, Oppa. Uhm, maksudku, Uisa. J” ChanMi tersenyum manis pada lelaki dihadapannya.
Annyeong, ChanMi-ya. Bagaimana keadaanmu? Jauh lebih baik?” Dr. Park tersenyum menyambutnya.
“Hhh, tidak begitu baik, oppa. Semakin aku menjauh, malah membuatku tak bisa hidup dengan baik.”
“Huft, inilah yang aku takutkan, saeng~i. berbaikanlah dengan Kyu Hyun, aku tak mau kau semakin sakit.” ChanMi menggeleng lemah.
Anio, oppa. Ini keputusanku. Hanya dengan cara ini untuk membuatnya membenciku.”
“Kenapa kau ingin ia membencimu? Karena pernyakitmu?” ChanMi mengangguk lemah.
“Itu tidak ada hubungannya dengan kisah percintaan kalian.” ChanMi mulai terisak, ia menggeleng pelan.
“Tidak oppa, aku tidak ingin merepotkannya. Aku sudah terlalu menghambat langkahnya dalam mewujudkan impiannya. Aku hanya ingin ia bahagia, karena selama ini aku belum pernah membuatnya bahagia. L
“Hhh, sudahlah kalau itu maumu. Oppa hanya bisa membantumu sembuh dan mendo’akanmu, saeng~i.” Jung Soo menatap jam yang melingkar pada pergelangannya kemudian beranjak dari duduknya.
“Sudah jam makan siang, kajja kita makan. Obrolan berat ini membuat oppa kelaparan. Haha.” Gadis itu membenahi penampilannya sejenak kemudian tersenyum menyambut ajakan kakaknya.
“Kau akan mengajak Sung Min?”
“Tentu saja, dia kan namjachingu-ku. J” Jung Soo tersenyum tipis, lalu mengusap rambut adiknya lembut.
“Kau ini, niat sekali ternyata. Ya sudah, hubungi Sung Min sekarang, dan ajak ia bertemu di … uhm, kau mau makan siang dimana?”
“Bagaimana kalau di restaurant milik teman oppa yang berada di kawasan Apgeujong itu…”
“Hei, kita ini akan makan siang, bukan sarapan. Restaurant milik Yesung itu Coffee Shop, saeng~i… “
“Aish, bukan milik Yesung oppa, tapi milik Wookie  oppa. Aku ingin makan jjangmyeon buatannya.” Jung Soo menepuk kepalanya.
“Aigooo, kau ini. Itu sama saja kita menumpang makan di rumahnya, ChanMi. Restaurant miliknya bukan di Apgeujong, tapi di Gangnam. Baiklah, biarku telepon dia dulu. Kalau-kalau ia tidak di rumahnya, kita bisa ketempat lain dengan cepat.”
Yoboseyo, annyeong wookie-ah, apa kau ada di rumah? . . . Oh begitu, kebetulan sekali, kami akan kesana sekarang :D. . . . ini kerjaan ChanMi  yang sangat merepotkan. Ok, kita bertemu dirumahmu. Lima belas menit lagi aku sampai. Annyeong.”
“Bagaimana oppa? Apa Ryeo Wook oppa ada di rumahnya?”
“Yah, sepertinya ini hari keberuntunganmu. Kajja, kita harus sampai lima belas menit lagi. jika tidak jjangmyeon-mu keburu dingin. Ka! Telepon Sung Min, kita bertemu di rumah Ryeo Wook.” Gadis itu mengangguk senang, dan dengan cepat menekan dial speed 3, menghubungi Sung Min secepat mungkin agar ia bisa menikmati jjangmyeon kesukaannya dengan cepat pula.
***

Cho Kyu Hyun POV.

Hfft, dia benar-benar sudah melupakanku. Baiklah, jika itu membuatnya bahagia. Aku akan bertahan walau aku sadar, aku bukan apa-apa tanpanya. : ‘ )
Hwaiting Kyu Hyun, ia bisa bahagia aku pasti juga bisa.
From : Yo Seob
Kau ada dimana? Aku punya berita. Aku tadi melihat ChanMi berada di Apgeujong bersama Sung Min.
Kau tidak mau melihatnya?
To : Yo Seob
Aniyo hyong, aku sudah melepaskannya. Dia sudah bahagia bersama Sung Min-ssi. Aku tidak akan mengganggunya.
Aku menekan tombol send sambil menahan tangis. Tidak. Aku tidak boleh menangis. Ini keputusanku. Tapi…. Omoo~ ini terlalu sakit. Hfft, oke Kyu Hyun. Kau juga harus bahagia seperti ChanMi.
Drrt… sebuah balasan lagi dari Yo Seob,
From : Yo Seob
Ooh begitu. Baiklah jika itu maumu. Kami hanya bisa mendukung dari belakang. Hwaiting Kyu (˘-˘)
Aku tersenyum sekilas membacanya. Ya, satu alasan lagi agar aku bisa bertahan. Aku tidak sendirian. Masih ada mereka yang menyemangatiku. Aku mengetik balasan dengan cepat.
To : Yo Seob
Gomawo hyong J.
***

Park Chan Mi POV.

“Humm, neomu mashita, oppa. ˘ڡ˘.” Ujarku disela-sela kunyahan jjangmyeon ini. Ryeo Wook oppa benar-benar pintar. Semua bahan mentah ditangannya bisa menjadi makanan yang sangat enak dan terlihat cantik. Dari dulu aku selalu ingin sepertinya. Jago masak. Aku ingin memasakkan makanan enak dan tak terlupakan untuk suamiku nanti. Yah, walau aku sendiri tak tahu aku bisa bertahan sampai kapan. Tapi setiap wanita pasti punya keinginan seperti itu, kan. Wajar saja jika aku menginginkannya.
“Habiskan dulu makanan di mulutmu itu baru bicara. Kau ini, seperti oppa tidak pernah mengajarkanmu cara makan saja. Benar-benar memalukan.” Ujar oppa-ku galak. Aku hanya melengos.
“Oppa kan memang tidak pernah mengajariku, yang mengajariku kan eomma. Wlee :P.”
“Ya!! Dongsaeng kurang ajar. Sung Min, kau apakan adikku hingga ia jadi seperti itu, eo?!”
“Haha, bukan aku hyong, tanyakan saja pada Kyu Hyun. Dia, kan evil :D.”
Oh ouh… Sung Min oppa, nae namjachingu, kau ini babo atau apa sih? Lagi lagi mengingatkanku padanya. Huh. ‾_‾.
PLETAK. “Sung Min… nega neomu babo-ya!” Jung Soo oppa menjitaknya gemas. Haha. Memang enak :P.
“Ouch, appo-yo, hyong. Kau ini tega sekali pada namja imut sepertiku, eoh? Benar-benar tidak punya perasaan. >_<. Bagaimana jika keimutanku hilang? Apa kau mau tanggung jawab, huh.”
“Haha, kau ini narsis sekali, Sung Min-ah. Apa kau tidak malu ditertawakan ChanMi sejak tadi, hum? Kau juga hyong, sudah tua juga, aish, memalukan. Aku menyesal punya teman seperti kalian.” Ujar Ryeo Wook oppa sambil memasang kuda-kuda untuk menghindar sebelum kedua namja di depanku ini menjitaknya.
“YA!! WOOKIE-YA. KAU CARI MATI, EO?!” teriak mereka berdua berbarengan. Aku tergelak melihat mereka. Kalau begini mereka tidak ada bedanya, sama-sama kekanakkan. Haha.
“Omoo~ kalian!!” Mendadak ruangan menjadi sunyi, aku menoleh ke sumber suara yang ternyata Hyo Rin eonni berdiri tepat di depan mereka yang sejak tadi hanya saling menjitak.
“Kalian ini sedang makan, jangan seperti anak kecil berlarian begitu. Apa kalian tidak sadar kalau kalian itu sudah tua. Kalian seharusnya mengajarkan hal baik pada ChanMi-ya, bukannya malah bertengkar seperti anak kecil.”
“Aish~, noona ini cerewet sekali.” Gerutu Ryeo Wook oppa, dan hasilnya ia dapat satu jitakan dari Hyo Rin eonni.
PLETAK. “Ouch… appo-yo noona.”
“Diam atau kau kupukul lagi.” Hyo Rin eonni menatap Ryeo Wook oppa garang.
“Eung, sudahlah eonni, sebaiknya kita makan sekarang. Kasihan Ryeo Wook oppa dari tadi kau marahi terus.”
“Ha!! Lihat, ChanMi saja mengerti.” Seru Ryeo Wook oppa.
“Kau benar-benar yeodongsaeng yang pengertian, eo?! Pantas saja SungMin betah bersamamu. Ah, aku jadi iri padanya. Ya! SungMin-ah, bagaimana jika kita bertukar gadis?”
“”Mwo? Bertukar gadis? Maksudnya?”
Yeojachingu-mu untukku, aku akan memberikanmu noona-ku yang cerewet ini secara cuma-cuma :D”
“Yaa!!! ANDWAE!!” Aigoo~ lagi-lagi mereka bertengkar -_-.
***

Cho Kyu Hyun POV.

Aku sudah menjauh. Tapi, aku sadar, aku bukan apa-apa tanpamu. Aku tau aku salah. Tapi, maukah kamu memaafkanku? Tahukah kau? Seperti pasang, hatiku hancur. Seperti angin, hatiku berguncang. Seperti asap, cintaku memudar. Dan segala terlalu sulit untuk kuhapus. Aku mendesah dan tanah berguncang. Hatiku penuh debu.
Sadarkah kamu, aku disini merindukanmu. Aku menangis dalam sepi saat tak kutemukan jawaban darimu. Dari sini aku hanya bisa menatapmu. Dan saat mata kita bertumpu, kau langsung memalingkan wajahmu. Tidakkah kau tahu, saat kau begitu aku disini menahan sakit sendiri. Sendiri di malam hari, kuhapus pikiranku seratus kali. Hari demi hari terlewati begitu saja.
KYU

Aku menghela nafas berat. Sudah sebulan terlewati sejak keputusanku untuk menjauhinya. Tapi apa? Yang kudapat aku malah semakin kehilangan, semakin sakit dengan kenyataan ini.
Drrt… drrt…
Incoming call ~ SeungRi
Aish, apa lagi sekarang?
Yoboseyo.”
Yoboseyo, Kyu. Gawat! ChanMi kritis. Leukimia yang dideritanya sudah mencapai stadium akhir, dan sampai sekarang kita belum mendapatkan donor tulang sumsum. Eottokhae?”
Mwo?? Bagaimana bisa? Aish~. Aku akan kesana sekarang. Neon eodiss-eo?”
“Aku bersama yang lain di SEOUL INTERNATIONAL HOSPITAL, ruang ICU. Ppaliwa, eo? Kami sudah kehabisan akal.”
Nde. Delapan menit lagi aku sampai.”
Tuut.. Oh God. Bagaimana bisa aku tidak tahu soal ini?! Aish~ neomu babo-ya.
***

Author POV.

Kyu Hyun memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi. Mencoba untuk tidak terlambat di saat darurat seperti ini. Sesampainya disana ia langsung menuju ICU yang berada di lantai 3.
“ChanMi! Eottokhaeyo?? Apa kalian sudah menemukan pendonor??” SeungRi menggeleng lemah.
“Belum. Entah kenapa, malah di saat seperti ini mencari pendonor itu sangat sulit.”
“Argh. Siapa dokternya? Biar aku saja yang mendonorkan tulang sum-sumku.”
“Ini tidak semudah yang kau kira, Kyu. Prosesnya sulit dan panjang. Belum lagi jika tidak ada kecocokan sama sekali. Bukan hanya kau yang kehilangan nyawa, tapi ChanMi pun juga.” Ujar Yo Seob.
“Aish~, tidak ada cara lain selain mencobanya, hyong.”
Aniyo. Sekali aku bilang tidak. Ya tidak. Lebih baik kau menurut dan mencoba untuk menghubungi kenalanmu yang bersedia mendonorkan sum-sumnya.”
“Tapi, hyong…”
“Duduk atau sekarang juga kau pulang untuk menenangkan dirimu.” Ujar Yo Seob yang disambut lirikan tajam dari Kyu Hyun.
“Kau benar-benar tidak punya perasaan, hyong. Di saat seperti ini kau masih bisa tenang, sedangkan nyawa ChanMi yang jadi taruhannya. Kau benar-benar . . . “
“Aku mendapatkan pendonor.” Seru SungMin senang disela-sela nafasnya yang tersengal.
Jinjja?” Kyu Hyun menatap SungMin tak percaya. SungMin hanya mengangguk.
Hyong, kau dengar? Kita dapat pendonor.”
“Tenanglah, Kyu. Lebih baik kau berdo’a agar operasi ini berhasil.”
“Baiklah… eh, SungMin-ssi. Gomawo karena sudah menyelamatkan ChanMi.” SungMin tersenyum tipis.
***

One year later ….

Cho Kyu Hyun POV.

Hhh, akhirnya, ia kembali padaku. Setelah operasinya, aku mengetahui semuanya. Ia sengaja minta bantuan SungMin untuk membuatku benci padanya. Awalnya aku tak mengerti mengapa ia melakukan itu, tapi saat semua terungkap, ia bilang hanya ingin membahagiakanku. Ia tak mau melihatku menangis saat ia pergi. Pemikiran yang dangkal, bukan? Bahkan itu adalah gagasan terBURUK yang pernah kudengar.
Aku tak mengerti jalan pikirannya, dia hanya mementingkan kebahagiaanku, tanpa peduli keadaannya. Padahal karena keputusannya itu ia lebih terpuruk daripada saat ia mengetahui ia mengidap penyakit sialan itu. Ah, sudahlah. Yang penting sekarang ia sudah kembali padaku, dan selamanya akan jadi milikku. Hhh, aku jadi ingin cepat-cepat mengubah marga “Park” pada namanya menjadi marga “Cho”. Cho Chan Mi, terdengar lebih bagus, kan. Haha :D.
“Ceritakan hari-harimu, oppa. Jebal.”
Aniyo. Itu masa lalu yang pahit, chagi. Aku tak ingin mengingatnya.”
“Tapi bagiku, itu masa lalu yang indah. Aku merasa jadi gadis yang paling beruntung karena bisa jadi yeojachingu-nya SungMin oppa. Dia sangat baik, kau tahu.”
Ani. Aku tak tahu dan tak mau tahu.”
“Eh, waeyo? Dia itu orang yang baik, oppa. Lagipula dia juga yang sudah menyelamatkan nyawaku. Tidak seperti yang hanya bisa marah-marah pada Yo Seob oppa. Padahal kau yang bo…”
CHU~
“Yaa!!! Seenaknya saja menciumku. Dasar nappeun namja. Kau menyebalkan.”
“Itu akibatnya karena kamu membicarakan namja lain saat sedang bersamaku.”
“Berarti jika kau tak ada aku boleh membicarakan SungMin oppa? Woah, kau benar-benar baik hati tuan Cho. :D”
ANIYO!! Dimana pun kau berada, dan dengan siapapun itu, kau hanya boleh menyebut nama Tuhan dan namaku. Kalau sampai kau membicarakan SungMin lagi, aku tidak segan-segan menarikmu ke altar saat itu juga.”
“Haha, sejak kapan kau jadi alim, oppa? Apa karena SungMin oppa? Hahaha :D”
“Ya!! Park ChanMi. Jangan menyebut namanya di depanku.”
“Hahaha. Kau benar-benar menggemaskan, oppa.”
“Haha, tentu saja. Buktinya kau saja sampai tergila-gila padaku. Haha.” Ujar KyuHyun bangga.
“Tcih~ pede sekali. Aku jadi I’ll feel padamu, oppa. Aku mau ke SungMin oppa saja. Bye.” Ujar ChanMi lalu berlari secepat mungkin.
“Ya!! Park ChanMi. Jangan lari kau…”
END

Hayama Risa
Nb. Recommended song : Big Bang – Haru Haru

Selasa, 11 Desember 2012

Dear You_Must Know

Dear,...
Tersenyum dalam keheningan malam, matamu menerawang jauh ke langit gelap.
Beankmu mengulas kembali kejadian fajar tadi. Melihatnya tersenyum tulus, sesekali tertawa lepas.
Dari tempatmu berdiri, fokusmu berpindah. Darinya, lalu pada orang yang tengah bersamanya.
Seketika air matamu menggenang, bibirmu mengukir senyum miris.
Detik berikutnya, air matamu mengalir, entah untuk keberapa kalinya, kamu pun tak tahu.
Yang kamu tahu, semua itu karena DIA.
Kamu terluka, lagi, dan itu karena dia. Sakitnya melebur dengan sakit yang sebelumnya.
Membuatnya kembali berdarah sebelum yang lalu mengering.
Kamu menangis, lagi, itu karena dia pula...
Jika sudah begitu, Haruskah Dia Tahu?
Jika iya, apa kamu akan senang melihatnya merasa bersalah?
Apa kamu bahagia melihatnya sedih?
Oke, untuk semua pertanyaanku, kamu menggeleng.
Jika aku bertanya, apa kamu mencintainya?
"Untuk saat ini aku bisa katakan YA. Tapi kuharap aku katakan TIDAK untuk hari nanti =')"
Right, NICE ANSWER =))

Dear You_Just Wanna be Memory

Dear,...
Menatap hampa pada selembar kertas putih didepanmu. Menghela nafas sejenak, lalu mencurahkan isi hatimu pada kertas itu.
Satu demi satu kata membentuk kalimat. Dengan makna berbeda ditiap kalimatnya.
Helaan nafasmu makin berat dan panjang begitu jemarimu menulis namanya.
Dan bersamaan dengan itu, perlahan air matamu menetes, membasahi kertas dalam genggamanmu.
Kamu mengusapnya perlahan, tapi ia tetap mengalir.
Kamu menghela nafas untuk kesekian kalinya. Demi mengurangi sesak didadamu, dan menahan perih yang mendera pada luka
yang baru terukir karena kejadian itu. Peristiwa yang membuatmu sakit sesakit-sakitnya.
Ia tersenyum... bersama orang lain =')
Kenyataan itu, menghantammu bagai godam.
Mencabik perasaanmu tanpa ampun.
Melukai hatimu untuk kesekian kalinya.
Lagi-lagi, kamu ingin pergi. Lagi-lagi kamu ingin berlari. Dan lagi-lagi, usahamu itu sia-sia.
Kenapa?
Karena hatimu, saat ini, untuknya. Karena benakmu masih dipenuhi oleh bayangannya. Karena jasadmu masih terpaku padanya.
Membuatmu akhirnya pasrah, berusaha mengikuti kemana aliran itu mengalir.
Berusaha menahan sakit setiap matamu melihatnya.
Berusaha menutupi semuanya dengan baik, dan menganggap tak pernah terjadi apa-apa.
Menganggap bahwa kamu baik-baik saja.
Dan akan tetap mengaguminya dalam hati.
Hingga suatu saat nanti, rasa itu akan menjadi KENANGAN.

Dear You_Any Love


Dear,...
Duduk termangu menatap langit senja. Rona jingganya indah dan menyejukkan.
Namun hancur seketika saat bayangnya berkelebat dalam benak. Membuatmu refleks menitihkan air mata.
Entah kenapa, kamu pun tak tahu. Padahal, selama ini hubunganmu dengannya baik-baik saja.
Masih tetap seperti dulu... mengaguminya dalam diam, mencintainya dalam hening dan...
terpaku dalam sebuah status. Teman =')
Hanya teman, yah.. karena kamu memang tak pernah menginginkan lebih.
Cukup teman. Teman baik yang kadang kala cemburu melihatnya bersama gadis lain. Hhh, jika sudah begitu.
Hanya menghela nafas yang dapat kamu lakukan. Setidaknya itu cukup untuk mengurangi sesak yang melanda paru-paru
dan sakit yang menerpa hati.
Rasanya ingin pergi, melupakan dan bebas. Tapi bayangannya menjeratmu. Menjadikanmu sandera tanpa kejahatan yang terkurung
dalam dekap siluetnya.
Kurasa, usahamu itu sia-sia. Karena sadar atau tidak kamu, otakmu, hatimu dan ragamu dipenuhi oleh namanya,
senyumannya, dan segala tentangnya. Dalam dua waktu yang berbeda. Sekarang dan entah sampai kapan.
Yang kutanyakan adalah, mampukah kamu bertahan?
Sanggupkah kamu hanya memandang dari jarak sekian meter?
Masihkah kamu berdiri dengan keputusanmu?
Atau akan goyah?
Hei, jangan melamun. Terlalu lama berfikir akan membuatmu bimbang.
Hhh, sudahlah, tanpa kamu jawab aku sudah tau jawabanmu.
"Masih."
"Sanggup", dan...
"Tidak akan goyah."
Kenapa?
"Karena kamu punya cukup banyak cinta untuk menopang hidupmu" =)


Kamis, 18 Oktober 2012

Dear You_Just Fiction

Menatap langit-langit kamar, berkhayal, memenuhi otak dengan imajinasi, fantasi dan mimpi. Tentangmu, tentang dia, tentang perasaanmu padanya dan... All about him. ^-^
Sejenak, semua terasa indah, seindah bunga yang ada di taman, seindah ilalang yang bergoyang dihembus angin. Tapi hanya sejenak. Karena sesudahnya, kamu disentakkan dengan kenyataan yang... uhm, pahit. Jika sudah begitu, semua terasa hitam putih. Blur, membaur dengan harapan kosong yang lain, yang pernah ada. T_T
Sakit? Jelas, apalagi hati seorang perempuan itus serapuh kapas. Tapi jika terus dijadikan khayalan yang ada hanya menambah luka jika pada akhirnya kenyataan yang menyadarakanmu lebih pahit dan lebih menyakitkan dari sebelumnya. Yang memberitahumu bahwa `Dia benar-benar bukan untukmu`. Mungkin jika dengan mudahnya air mata itu keluar, kamu akan menangis sejadinya di tempatmu berpijak. Tempatmu melihatnya menyerahkan hatinya untuk gadis berparas cantik dihadapannya. Dan saat itu pula hatimu hancur berkeping, patah berserak. Menjadi sampah yang tak berguna ='(
Sakit, sangat sakit. Bagai ribua panah dan tombak menyerbu dan terhempas tepat di hati kecilmu. Tapi...
Hei, sadar teman =) Itu semua hanya cerita fiksi karanganku yang belum tentu terjadi. Jadi kembalilah berharap dan berusaha selama cerita fiksi itu masih berwujud fiksi, bukan NYATA ^-^



Rabu, 17 Oktober 2012

Dear You

Kamu... datang tiba-tiba. Tanpa diundang dan permintaan. Hadir dalam diam, menelusuri hidupku yang terhias sedikit tawa dan tangis sendu.
Sesaat kemudian aku tersadar, bahwa kamu hadir hanya karena sebuah permainan yang diciptakan sahabatku. Bodohnya, aku baru sadar, ternyata permainan itu, melibatkan hati yang sebenarnya tak tahu apa-apa dan hanya bisa menerima, meresapinya, dan akhirnya merawatnya menjadi bunga.
Jujur demi apapun di dunia ini. Aku... menyesal karena mengikuti permainan bodoh itu. Tapi... aku bersyukur karena telah mengenalmu. Walau akhirnya kamu tak pernah `melihat`ku.
Jika aku boleh meminta, bisakah aku mendapatkan Mesin Waktu sekarang??
Jangan tanya untuk apa, uhm.. maksudku kamu tak perlu bertanya karena kamu akan tahu dengan mudah setelah melihat yang kulakukan pada mesin itu. Yup, memutar waktu.
Kembali ke masa lalu, mengulangnya dari awal, menghapus beberapa bahkan semua tentangmu, dan tidak akan mengikuti permainan yang diciptakan sahabat-sahabatku.
Jika aku bisa, aku akan melupakanmu saat ini juga. Tidak akan membiarkanmu bersemayam lebih lama hingga tumbuh bunga yang mudah layu. Melemparnya sembarang, membiarkanmu teronggok tak berarti bersama tumpukan kenangan lainnya. Namun, kenyataannya... semua tak semudah membalik telapak tangan. Dan semua itu, masih berdiri dalam lingkup Angan-Angan.
Untukmu... yang kini bersarang dibenakku.
Kumohon dengan sangat, bahkan jika perlu aku akan berlutut dihadapanmu agar memenuhi satu permintaanku.
"Ajari Aku Caranya Melupakan. Dengan senyum, keikhlasan dan tanpa air mata."